2.23.2012

Manusia dan Malaikat

Aku tak tahu, apa nama untuk kondisi saat ini. Sewaktu aku merasa semua berjalan menuju kepada kondisi semula, ternyata ada batu kerikil yang tersembunyi di balik semua. Kupikir, hatiku dan hatimu kini terdapat jembatan pemisah. Cerita yang dulu, kesakitan yang kau pendam, mencuat meledak dan tak tersembuhkan.


"Waw, supeeeeer, apa yang kamu katakan... Aku tak menduga." katamu.


Oh, tidakkah kamu tahu, kau terlalu sempurna untuk mengharapkan manfaat dari manusia semacam sampah. Kau terlalu tahu semua kebaikan yang seharusnya diberikan. Kau terlalu tak punya cela. Apa yang sudah kuberikan selain masalah, selain penyakit yang kini menjangkiti dirimu? Kita terlalu jauh berjalan, sayang. Tapi aku sepertinya hanya menjadi sebongkah kayu lapuk yang bahkan tak bisa digunakan untuk menopang pintu rumah bahkan gubuk reyot. Atau mungkin hanya menjadi setitik virus penyakit yang lamat-lamat akan membunuhmu hingga mati, dan hilang kepribadian.


Aku si bunglon yang berubah warna seperti daun hijau, kemudian menjadi warna daun dan ranting yang kering. Dan kau, si kuda yang berdiri tegak menopang sang tuan yang menunggangimu, kau antar ke mana pun ia pergi, tanpa mengamuk. Kau menuruti segala yang ia inginkan, ia butuhkan sebagai tuanmu.


Malaikat...oh malaikat... Mengapa kau turun ke bumi dan menyentuhku si manusia sampah. Penyebar penyakit. Penuh kuman, sumber penyakit.


Malaikat.. oh malaikat... Mengapa tidak kau rupakan saja dirimu sebagai manusia sepertiku.


Oh betapa aku baru tahu bahwa malaikat pun bisa jatuh sakit. Lalu bagaimana bisa manusia menyembuhkan malaikat..?

No comments:

Post a Comment